BLOG DALAM KEADAAN SEDANG DI REPARASI||MOHON MA`AF APABILA MASIH BANYAK KEKURANGAN||TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG

Air Mata Di Atas Daun Talas

Air Mata Di Atas Daun Talas -
Hari yang tinggal beberapa hari lagi seorang lelaki akan berangkat pergi. Dimatanya, Bogor sudah tidak menawan lagi. Ia tidak tahu kapan akan kembali mengunjunginya lagi karena ia akan kembali lagi kedaerah lahirnya di Lampung. Entah menjadi apa nantinya kelak setelah Bogor ketika ia akan kembali. Pohon-pohon yang rindang, jalanan yang macet mungkin akan menjadi kenangan.
Keceriaan dan kebahagiaan yang dulu pernah dirasakan, kini berubah menjadi kesedihan yang amat mendalam. Tidak terasa sudah tiga tahun ia habiskan hidup dikota hujan. Ia berkata dalam hati, tak mungkin aku temukan Susana yang sama seperti dulu lagi.
Kabut yang enggan menghilang itu masih menutup matahari walau waktu sudah menunjukan 11:00. Sementara itu, butir-butir air hujan mulai berjatuhan menghujam bumi. Hijau dedaunan yang sudah basah berkilauan menyentuh butiran hujan. Ranting-ranting pohon juga ikut bergoyang ditiup angin yang lembut. Orang-orang yang tadinya ada dipinggir danau atau sekedar duduk dibangku dibawah pohon, kini beranjak pergi untuk mencari tempa berteduh. Lelaki itu pun juga ikut mencari tempat berteduh diwarung didalam taman hutan di Kota Bogor itu.
Ia tinggal di Bogor semenjak sekolah di SMAN 1 DRAMAGA. Ia sering main sendiri atau dengan teman-teman sekolah untuk melepas penat selama belajar dikelas ditaman hutan Cifor ini. Disini ia bisa melihat banyak pepohonan yang menjulang tinggi. Ada pohon pinus, angsana, bayur, bungga terompet, dan banyak pohon lainya yang tak hafal namanya. Walau letaknya dipinggir Kota Bogor, taman hutan ini sangat lah penting bagi paru-paru Kota Bogor. Namun, sangat disayangkan banyak orang-orang yang merusak keindahan taman ini dengan coretan-coretan yang tidak penting.
Hujan makin deras, sudah 1 jam ia menunggu disini tapi tak kunjung terlihat batang hidungnya.
Hujan kini sudah mulai reda, namun warung-warung masih sepi tatkala pukul 12:00. Hujan deras tadi membasahi jalan setapak yang sering dilewati oleh orang-orang. Hanya sedikit pengunjung yang datang ke taman hutan Cifor ini, padahal ini adalah hari minggu miungkin karena hari ini hujan maka banyak orang yang enggan datang kesini sama halnya dengan orang yang ditunggu oleh lelaki tadi.
Akhirnya ia kembali duduk dibangku dibawah pohon pinus yang rindang. Namun angin tetap berhembus lembut membuat dinggin menusuk kulit. Matanya tertuju pada butiran air diatas daunt alas yang terus bergoyang ditiup hembusan agin yang dinggin. Ia teringat sorot mata yang pernah menikam hatinya, sorot mata yang berkilauan seperti butiran air diatas daunt alas persis seperti yang ia lihat sekarang. Namun ia sampai sekarang tak pernah tahu, siapa pemilik sorot mata yang berkilauan seperti bbutiran air diatas daunt alas karena waktu itu ia tak sempat berkenalan langsung.
Kicau burung mulai terdengar, cahaya matahari mulai menembus celah-celah dedauna. Kabut mulai pergi meninggi dan akhirnya hilang tertiup angin. Saat itulah dari kejauhan ia melihat seorang perempuan yang sudah lama ia tunggu. Perempuan itu menghampirinya semakin lama, semakin dekat ia dengan perempuan itu. Dia mengenakan pakain hijau bermotif pohon kaleng dengan tulisan “Go Green.” Kemudian perempuan itu duduk disamping lelaki itu.
“Ma`afkan aku atas keterlambatan ini.” ucap siperempuan dengan nada menyesal.
“Tadi dijalan hujan cukup deras dan aku enggak bawa paying, jadi aku berteduh diwarung diluar taman ini.” tambahnya memberikan alasan
“Iya gak papa kok, udah biasa aku menunggu !.” jawab silelaki sambil menahan ras dinggin yang merangkul tubuhnya.
“Tapi kenapa kamu ingin bertemu ditempat seperti ini ?” silelaki bertanya.
“Aku tahu kamu suka berpetualangan dan hal-hal yang berbau alam, jadi aku mencoba memberimu alasan agar tidak pergi ke Lampung. Karena di Bogor masih banyak tempat-tempat yang belum kamu kunjungi dan mungkin itu bisa membuat kedamaian dihatimu.” jawab si perempuan mencoba untuk membujuk untuk menahan kepergian lelaki itu.
“Kalau kamu mau kuliah, di Bogor banyak kampus yang bagus. Kamu bisa masuk ke IPB, sesuai dengan cita-cita kamu menjadi insinyaur pertanian.” tambah perempun itu.
“Apa tidak ada alasan lain agar kamu tetap di Bogor ?” si peerempuan balik bertanya.
“Aku rasa tidak, aku akn tetap pergi ke Lampung.” jawabnya mantap.
“Memang masih banyak tempat yang belum pernah aku kunjungi di Bogor dan banyak kampus yang bagus, tapi bukan itu yang aku cari.”
Si perempuan yang datang terlambat tadi mencoba untuk memelas,
“Kali ini kamu akn meninggalkan aku dalm waktu yang cukup panjang. Dan aku gak tau kapan kamu akn kembali ke Bogor. Kamu akan kembali kan ?”
Si lelaki terdiam kemudain tersenyum. Ia melihat mata si perempuan yang seperti butiran air diatas daunt alas. Tidak pernah membayangkan perpisahan seperti ini. Namun, ini harus terjadi.
“Aku gak tau akan kembali atau tidak.”
“Apa kita akan berjumpa lagi ?”
“Berjumpa lagi ? Aku tak tau.”
“Tahukah kamu, bagai mana perasaan ku ?”
Si lelaki hanya diam tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya menganguk pelan. Ia tahu kalau ia berkata akan ada butiran air yang terjatuh, bukan dari lagit. Melainkan dari mata perempuan yang ada disampingnya.
“Aku tak ingin kamu meninggalkan Bogor, karena aku tak ingin ditiggalkan. Aku ingin kamu tetap disini. Biar aku bisa melihatmu.”
Si lelaki masih terdiam meliahat butiran air jatuh dari mata yang bulat berkilauan. Sesekali ia membandingkan dengan air yang ada diatas daunt alas.
Tiba-tiba si perempuan berdiri pergi meninggalkan si lelaki itu. Diletakannya bungkusan kado yang dihias unik berwarna hijau muda, warna kesukaanku. Perempuan itu lama kelamaan semakin menjauh dari pandangannya dan kemudian hilang ditelan sepi. Hening menyelimuti pikiran si lelaki. Dipandangnya bungkusan hijau muda tergeletak membisu. Terbayang dimatanya sepasang mata yang berkilauan penuh cinta kini pergi meninggalkannya.
Kembali ia memandangi butiran air mata diatas daunt alas yang masih tetap berkilauan. Itu adalah campuran air mata dari si perempuan tadi yang sempat berada disampinnya.
Semua menjadi sunyi. Sunyi, hanya suara angin yang mencoba untuk membisikan kata-kata. Ia sadar mungkin ini terahir kalinya ia datang ketaman hutan Cifor dan masih menyisakan tempat-tempat yang belum ia kunjungi selama ia tinggal di Bogor.
Si lelaki tetap memutuskan untuk kembali kedaerah kelahiranya di Lampung. Mencoba untuk membuka lembaran baru disana. Semoga lelaki itu bisa mengapai cita-citanya sebagai insinyur pertanian dan mendapatkan cintanya.


Artikel Terkait:

0 komentar: