BLOG DALAM KEADAAN SEDANG DI REPARASI||MOHON MA`AF APABILA MASIH BANYAK KEKURANGAN||TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG

Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) Pada Tanaman Tebu

Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) Pada Tanaman Tebu - Pendahuluan
Perjalanan kemasakan tebu dalam beberapa kondisi tertentu dapat mengalami kendala sehingga kandungan sukrosanya tidak mencapai sepenuh potensinya. Cuaca yang basah pada saat tanaman tebu mendekati umur panen, misalnya, dapat mengakibatkan tanaman gagal mencapai puncak kemasakan potensialnya.
Demikian pula intensitas penyinaran yang tidak maksimal akibat cuaca yang sering berawan selama periode pemasakan, seperti yang sering dialami oleh pertanaman tebu di wilayah tropika, dapat mengakibatkan pencapaian kadar gula atau rendemen yang relatif rendah.
Teknologi zat pemacu kemasakan tebu (ZPK, cane ripener) mulai diperkenalkan di pertengahan tahun 1970an, terutama di perkebunan-perkebunan di Hawaii, Florida, Lousiana, Afrika Selatan, dan Brasil.
Tujuan aplikasi ZPK adalah untuk memacu kemasakan tebu,khususnya di dalam situasi yang tidak ideal untuk berlangsungnya proses pemasakan secara alami.
Bahan kimia yang digunakan sebagai ZPK pada umumnya adalah sama dengan herbisida, namun diaplikasikan dalam dosis sub-letal (non-herbisidal). Glifosat dan turunannya merupakan bahan aktif yang paling banyak digunakan sebagai ZPK. Ada banyak formulasi dan nama produk yang dipasarkan untuk bahan aktif ini. Belakangan herbisida berbahan aktif fluasifop juga dilaporkan efektif, sementara etefon dan trineksapak merupakan senyawa-senyawa hormonal (zat pengatur tumbuh) bukan herbisida yang dilaporkan juga cocok digunakan sebagai ZPK.
Karena diaplikasikan pada tebu tua maka teknik aplikasi ZPK yang efektif adalah menggunakan pesawat terbang (aplikasi udara).Namun karena itu pula aplikasi ZPK memerlukan sejumlah persyaratan teknis yang harus dipenuhi, serta memerlukan suatu perencanaan yang cermat.

Pengalaman awal GMP
PT Gunung Madu Plantations (GMP) sudah mencoba menerapkan teknologi ZPK melalui aplikasi udara di awal 1980an, namun hasilnya diwaktu itu tidak terlalu jelas (inkonsisten). Berdasarkan pengamatan secara sampling memang terdapat kenaikan kadar gula atau rendemen yang memadai, tetapi dalam skala produksi perbaikan rendemen ini tidak dapat dirasakan.
Setelah beberapa musim menjalankan aplikasi udara ZPK dengan hasil demikian, GMP memutuskan untuk menghentikan upaya ini, terlebih lagi untuk menyediakan pesawat terbang beserta awaknya untuk tugas itu juga tidak mudah. Setelah kemudian didalami, disimpulkan ada beberapa hal penting yang mungkin mengakibatkan tidak jelasnya pengaruh ZPK di skala produksi diwaktu itu.
Hal-hal tersebut mencakup antara lain adanya keragaman respon varietas di kebun produksi, kondisi tanaman pada waktu itu yang relatif kurang mendukung munculnya respon yang positif (masih kuatnya gangguan hama dan penyakit, atau vigor tanaman yang tidak optimal),serta pelaksanaan aplikasi dan pemanenan yang tidak sinkron.
Berbekal pendalaman yang lebih baik terhadap teknologi ZPK serta mengambil pelajaran dari pelaksanaan aplikasi di tempat-tempat lain yang relatif berhasil, juga didorong oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas, maka GMP kembali mencoba menerapkan teknologi ini diawal 2000an, yang kemudian terus berlanjut hingga saat ini.
Dengan mengambil hikmah dari kelemahankelemahan di masa lalu maka pelaksanaan aplikasi udara ZPK diwaktu ini jauh lebih berhasil.

Baca selanjutnya disini

Artikel Terkait: