BLOG DALAM KEADAAN SEDANG DI REPARASI||MOHON MA`AF APABILA MASIH BANYAK KEKURANGAN||TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG

Pengertian hukum acara pidana

Pengertian hukum acara pidana - Pengertian hukum acara pidana Undang undang tidak memiliki pengertian resmi mengenai hukum acara pidana,yang ada hanyalah berbagai pengertian mengenai bagian bagian tertentu dari hukum acara pidana itu misalnya penyidikan,penyelidikan,penangkapan dan lain sebagainya.untuk mengetahui pengertian hukum acara pidanan dapat di temukan dalam berbagai literatur yang di kemukakan oleh para pakar.berikut ini ditemukan beberapa pengertian yang dirumuskan oleh pakar tersebut. Prof.molejatno menyebutkan bahwa hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara,yang memberi dasar dasar dan aturan aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur macam apa,ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut. Berbeda dengan prof.molejatnoprof.Dr.bambang poernomo memberikan pengertian hukum acara pidana dalam tiga tingkatan.pertama pengertian sempit,yaitu peraturan hukum tentang penyelidikan,penyidikan,penuntutan,pemeriksaan sidang sampai putusan pengadilan dan eksekusi putusan hakim.kedua pengertian yang luas,diartikan disamping memuat peraturan hukum mengenai penyidikan,penuntutan,pemeriksaan sidang sampai putusan pengadilan,eksekusi putusan hakim,juga termasuk peraturan hukum tentang susunan peradilan,wewenang pengadilan,serta peraturan peraturan kehakiman lainnya sekedar peraturan itu ada kaitanya dengan urusan perkara pidana.ketiga pengertian yang makin diperluas yaitu mengatur tentang alternatif jenis pidana, ukuran memperingan atau memperberat pidana,dan cara menyelenggarakan pidana sejak awal sampai selesai menjalani pidana sebagai pedoman pelaksanaan pemberian pidana. Pengertian hukum acara pidana lainya,sekalipun intinya tidak beda jauh dengan apa yang sudah di sebutkan diatas,adalah keseluruhan aturan aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana baik mengatur institusi kelembagaannya maupun prosedur penyelesaian perkaranya meliputi laporan dan pengaduan penyelidikan,penyidikan,penuntutan pemeriksaan disidang pengadilan,putusan dan pelaksanaan putusan pidana. Selai pengertian hukum acara pidana sebagaimana tersebut diatas hukum acara pidana dapat pula dibedakan pidana dalam arti dalam pengertian formil dan materil.hukum acara pidana dalam arti formil menunjukan bahwa hukum acara pidana merupakan serangkaian aturan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur penyelesaian perkara pidana.dengan demikian hukum acara pidana formil membatasi ruang lingkup dataran proses penyelesaian perkara pidana yang dimulai dengan tindakan penyelidikan,penyidikan,penuntutan,pemeriksaan di sidang pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan.sementara itu hukum acara pidana dalam arti materil menunjukan bahwa hukum acara pidana merupakan serangkaian aturan hukum yang berkaitan dengan pembuktian.dengan demikian fokus perhatianya pada ketentuan pembuktian misalanya dasar atau asas asas pembuktian,ketentuan tentang beban pembuktian,tentang kekuatan alat alat bukti dan sebagainya. Fungsi dan tujuan hukum acara pidana Fungsi hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum pidana.fungsi ini dapat dikatakan sebagai fungsi reprenssif terhadap hukum pidana,artinya jika ada perbuatan yang tergolong ebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan ketentuan yang terdapat didalam hukum pidana itu dapat diterapkan pada pelaku. Selain fungsi tersebut hukum acara pidana dapat juga berfungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan.fungsi ini dapat terlihat ketiga hukum acara pidana telah dioperasikan dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan peradilan melalui bekerjanya sistem peradilan pidana.fungsi yang demikian ini merupakan fungsi preventif terhadap hukum pidana,artinya orang akan berhitung untuk melakukan atau mengulangi lagi perbuatanya sebagai perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana karena jika melanggar hukum pidana berarti dia akan diproses dan dijatuhi pidana berdasarkan hukum acara pidana melalui bekerjanya sistem peradilan pidana. Adanya fungsi hukum acara pidana demikian menunjukan bahwa antara hukum acara pidana dan hukum pidana adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai hubungan sangat erat bagai dua sisi mata uang.keduanya saling melengkapi,sehingga jika salah satu tidak ada maka lainya tidak akan berarti.apabila hukum acara pidana tidak ada,maka hukum pidana tidak dapat dilaksanakan dan akan menjadi hukum yang mati karena tidak ada pedoman dan perangkat lainya yang dapat melaksanakanya.demikian pula hukum acara pidana tidak dapat berbuat banyak dan menjadi hukum yang tertidur jika tidak ada hukum pidana,sebab jika tidak ada hukum pidana berarti tidak ada orang yang melakukan perbuatan pidana,berarti tidak ada orang yang diproses oleh hukum acara pidana. Prof.moeljatno menyebutkan bahwa antara kedua duanya (hukum acara pidana dan hukum pidana) ada hubungan yang sangat erat.ya sedemikian eratnya hinga kadang kadang sukar untuk menentukan apakah suatu aturan itu merupakan ketentuan hukum pidana atau hukum acara pidana.umpamanya pasal 76 K.U.H.P. dimana prinsip ne bis in idem.(tidak kedua kali hal yang sama)dinyatakan,kemudian aturan dalam K.U.H.P. mengenai daluarsa (verjaring) baik yang mengenai penuntutan maupun pelaksanaan (executie) pidana yaitu pasal 78 dan seterusnya pasal 83 dan seterusnya Adapun yang menjadi tujuan hukum acara pidana,pedoman pelaksanaan KUHAP menjelaskan sebagai berikut : “tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak tidaknya mendekati kebenaran material,ialah kebenaran yang selengkap lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat,dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan sesuatu pelanggaran hukum,dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwah itu dapat dipersalahkan”. Jika memperhatikan rumusan tersebut tujuan tersebut diatas sebenarnya dapat pula dikatakan bahwa tujuan hukum acara pidana meliputi tiga hal.pertama,mencari dan mendapatkan kebenaran.kedua melakukan penuntutan dan ketiga melakukan pemeriksaan dan memberikan keputusan.selain ketiga hal tersebut dapat pula ditambahkan yang keempat yakni,melaksanakan eksekusi putusan hakim. Menurut hukum acara pidana yang bertugas mencari dan menemukan kebenaran adalah dibebankan kepada pihak kepolisian dalam hal ini adalah penyelidik dan penyidik.kebenaran yang dimaksud adalah keseluruhan fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang ada hubunganya dengan perbuatan pidana yang terjadi.kejadian atau fakta-fakta yang tidak ada hubungannya dengan perbuatan pidana bukanlah kebenaran menurut hukum,oleh karena itu harus dihindari. Adapun tujuan melakukan penuntutan adalah menjadi tugas kejaksaan yang dilaksanakan oleh jaksa penuntut umum.penuntutan harus dibuat dan dilakukan secermat mungkin sehingga penuntutan itu merupakan penuntutan yang tepat da benar.kesalahan dalam melakukan penuntutan berakibat fatal bagi penuntut umum sebab akan mempertaruhkan martabat dan profesi kejaksaan dimata masyarakat. Mengenai tujuan ketiga,yakni melakukan pemeriksaan dan menemukan putusan adalah menjadi tanggung jawab hakim dipengadilan.pemeriksaan harus dilakukan dengan jujur dan tidak memihak,sementara putusan yang diambil haruslah keputusan yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua pihak.tujuan hukum acara pidana ini adalah merupakan tujuan yang terpenting dibanding dengan tujuan lainya sebab tujuan inilah yang akan menentukan ada atau tidaknya suatu perbuatan pidana yang dilanggar,dan ada tidaknya suatu kesalahan terhadap perbuatan pidana yang dilanggar itu.dan lebih penting akan menentukan ada atau tidaknya seorang yang harus dijatuhi putusan pidana. Tujuan terahir dari hukum acara pidana yakni melaksanakan (eksekusi) putusan hakim.secara administratif dilaksanakan jaksa akan tetapi secara operasionalnya menjadi tugas dari lembaga permasyarakatan jika putusan itu berupa putusan pidana penjara,namun jika putusan itu pidana mati maka menjadi tugas regu tembak yang khusus diciptakan untuk itu. Pada umumnya pengarang hukum acara pidana tidak mengklasifikasikan tujuan hukum acara pidana seperti tersebut diatas tapi kebanyakan mereka menyebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran,yakni kebenaran material.tujuan inilah yang kemudian digunakan membedakanya dengan tujuan hukum acara perdata yakni,mencari dan menemukan kebenaran formil. Tujuan hukum acara pidana seperti disebutkan ddiatas dapat dikategorikan sebagai tujuan sempit yang bersifat khusus.artinya tujuan tersebut merupakan tujuan yang melekat dan lainya ada secara khusus dalam hukum acara pidana.selain itu ada pula tujuan yang luas dan bersifat umum,yaitu mencibtakan ketertiban,ketentraman,keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. c. ilmu-ilmu bantuan hukum dalam hukuam acara pidana. Untuk mencapai tujuan hukum acara pidana seperti tersebut diatas,tidak mudah tanpa memanfaatkan ilmu-ilmu ini akan sangat berguna bagi aparat petugas hukum (polisi,jaksa,hakim,pengacara,maupun petugas lembaga permasyarakatan)dalam upaya mencapai tujuan hukum acara pidana.oleh karena itu para petugas hukum wajib pula membekali diri dengan pengetahuan dari berbagai ilmu-ilmu bantu sekaligus membekali kemampuan untuk memanfaatkan ilmu ilmu bantu itu berkaitan dengan proses perkara pidana dalam semua tingkatanya. Tingkatan pemeriksaan seperti tingkatan penyidikan,pembuktian dan pengambilan putusan adalah merupakan tingkatan dalam proses peradilan yang sangat membutuhkan beberapa cabang ilmu bantu,antara lain : 1.logika Ilmu bantu logika snagat dibutuhkan pada proses penyidikan atau proses pembuktian disidang pengadilan.kedua proses ini memerlukan cara-cara berfikir yang logis sehingga kesimpulan atau keputusan yang dihasilkan adalh mengandung kebenaran yang logis.penyidik,penuntut umum ataupun hakim tidak akan begitu saja mengambil suatu kesimpulan yang tepat dan benar tanpa melalui suatu proses proses atau kontruksi pemikiran yang logis.proses-proses atau kontruksi pemikiran yang logis ini tidak lain merupakan sumbangsih dari ilmu logika.ilmu bantu ligika inilah yang menjelaskan cara berfikir logis dalam menghasilkan suatu konklusi yang benar dan tepat itu. 2.psikologi Sesuai dengan meteri pokok ilmu ini,maka ilmu ini dapat berguna dalam menyentuh persoalan-persoalan kejiwaan.pentingnya ilmu ini karena seperti yang kita ketahui bahwa yang dihadapi itu adalah manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani.kedua unsur manusia ini memiliki gerakan-gerakan yang berlainan yang dapat dideteksi dan dipelajari dengan ilmu yang berlainan pula.gerakan rohani atau ekspresi kejiwaan adalah menjadi bagian dari pokok bahasan psikologi. Dengan bekal ilmu bantu psikollogi akan dapat membantu penyidik ketika melakukan interogasi terhadap tersangka,pemeriksaan akan lebih mudah dan cepat selesai karena telah diciptakan suasana yang menyentuh kejiawaan,telah diciptakan jalinan persahabatan yang akrab dan menyenangkan sehingga tidak ada lagi ketertutupan melainkan keterbukaan yang ada.pertanyaan-pertanyan penyidik pun dapat dijawab dengan terbuka pula. Demikian pula pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim disidang pengadilan,dengan menerapkan pengetahuan ilmu bantu psikologi persidangan akan dibangun dalam suasana yang khidmat,hakim akam melihatkan keagungan dengan penuh wibawa.ketika hikim sudah mampu menguasai persidangan maka setiap kata dan kalimat yang keluar dari mulutnya akan mendapat perhatian,dan jika kalimat itu merupakan sebuah pertanyaan maka dengan penuh rasa hormat orang yang ditanyapun akan segera menjawabnya.pemerikasaan pun akan menjadi lancar. 3.kriminalistik Peranan ilmu bantu kriminalistik sangat berarti dalam proses pembuktian,terutama didalam melakukan penilaian terhadap fakta-fakta yang terungkap disidang pengadilan.dengan bantuan ilmu kriminalistik maka hasil pengumpulan dan pengolahan data yang disusun secara sistematis dalam usaha melakukan kontruksi suatu kejadian didalam proses pembuktian akan lebih dipertanggung jawabkan kebenaranya. Dalam pembuktian,bagian-bagian kriminalistik yang dipakai adalah ilmu tulis,ilmu kimia,fisiologi,anatomipatologik,toxikologi (ilmu racun),pengetahuan tentang luka,daktiloskopi atau sidik jari,jejak kaki,antropometri dan antropologi. 4.kedokteran kehakiman dan psikiatri Dalam usaha mencapai kebenara material bukan hanya diperoleh dari manusia dan situasi yang normal,tetapi kadang-kadang juga hal-hal abnormal.dalam hal ini psikiatri dibutuhkan pula dalam hukum acara pidana. Kedokteran kehakiman atau psikiatri kehakiman adalah sangat membantu hukum acara pidana terutama membantu penyidik jaksa penuntut umum dan hakim didalam menangani kejahatan yang berkaitan terhadap nyawa atau badan orang atau keselamatan jiwa orang.dalam kasus yang demikian petugas-petugas hukum itu memerlukan bantuan keterangan dari kedokteran kehakiman terutama dalam hal menentukan keadaan korban kejahatan,kesehatan jiwa dari terdakwa atau saksi.keterangan yang diberikan ini biasanya disusun dalam bentuk “visum et repertum” dan “visum psikiatrum”dan seringkali menentukan hasil akhir dari pemeriksaan disidang pengadilan. 5.kriminologi Ilmu ini mempelajari tentang seluk beluk kejahatan mbaik mengenai sebab-sebab latarbelakan terjadinya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan.ilmu bantu kriminologi ini akan membantu terutama hakim ketika akan menerapkan hukuman terhadap terdakwa.dengan bantuan kriminologi,hakim dengan sendirinya tidaka akan membabi buta menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa,melainkan hukuman yang dijatuhkan itu disesuaikan dengan situasi konkrit baik disekitar perbuatan pidananya maupun kepada pelakunya.dengan demikian putusan yang dijatuhkan adalah putusan yang tepat sesuai dengan fakta-fakta dan situasi kongkrit sehingga akan lebih mencerminkan kebenaran dan keadilan. 6.penologi Ilmu bantu terahir ini menfokuskan kajianya pada masalah-masalah pidana.baiak mengenai jenis maupun mengenai pelaksanaanya.ilmu ini sangat menbantu hakim dalam menentukan alternatif jenis ancaman pidana dan penetapan secara kongkrit berat/ringanya pidana dijatuhkan.demikian pula ilmu bantu ini sangat berguna bagi pejabat pengawasan/pengamatan/pelaksanaan pidana termasuk juga petugas permasyarakatan dan istansi bispa,sebab ilmu ini akan memberikan arah kepada mereka dalam melaksanakan tugasnya membina anak asuhanya atau para napi yang ada di lembaga permasyarakatan. D.istilah-istilah umum dalam KUHAP Istilah-istilah umum yang dimaksudkan disini adalah ketentuan-ketentuan umum seperti yang ditentukan dalam pasal 1 KUHAP.ketentuan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua yakni istilah yang berupa predikat atau pelaku adalah sebagai berikut : 1.PENYELIDIK adalh pejabat polisi negara republik indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. 2.PENYIDIK adalah pejadat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidiakan 3.PENYIDIK PEMBANTU adalah pejabat kepolisian negara republik indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidiakan yang diatur dalam undang-undang. 4.JAKSA adalah pejabat yang diberi wewenang olehundang- undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melakukan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5.PENUNTUT UMUM adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang –undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 6.HAKIM adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. 7.PENASEHAT HUKUM adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberi bantuan hukum. 8.TERSANGKA adalah seorang karena perbuatanya atau keadaanya,berdasarka bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 9.TERDAKWA adalah seorang tersangka yang dituntut,diperiksa dan diadili di sidang peradilan. 10.TERPIDANA adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 11.SAKSI adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri , ia lihat sendiri,dan ia alami sendiri. 12.KETERANGAN SAKSI adlah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri , ia lihat sendiri,dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuanya itu. 13.KETERANGAN AHLI adalah keterangan yang diberikan oleh seoarang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. 14.KETERANGAN ANAK adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 15.KELUARGA dalah meraka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu proses pidana sebagai mana diatur dalam undang-undang. adapun yang digolongkan dengan istilah berupa tindakan adalah sebagai berikut: 1.LAPORAN adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. 2.PENGADUAN adlah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikanya. 3.PENYELIDIKAN adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu perisstiwa yang diduga tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang. 4.PENYIDIKAN adalah serangkaian tidakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 5.PENANGKAPAN adalah suatu tindakan penyidikan berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 6.PENYITAAN adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil aalih dan atau untuk menyimpan dibawah penguasaanya benda bergerak atau benda tidak bergerak,berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalm penyidikan,penuntutan,dan peradilan. 7.PENGGELEDAHAN RUMAH adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 8.PENGGELEDAHAN BADAN adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badanyaatau dibawanya serta,untuk disita. 9.TERTANGKAP TANGAN adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana,atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai seorang yang melakukanya,atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau membantu melakukan tindak pidana itu. 10.PENUNTUTAN adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana kepengadilan negri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan di putus oleh hakim di sidang pengadilan. 11.MENGADILI adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas,jujur,dan tidak memihak di sidang pengadilan dalah hal dan yang diatur dalam ungang-undang. 12.PERADILAN adalah wewenang pengadilan negri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang tentang : a.sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasa tersangka; b.sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan dan tegaknya hukum dan keadilan; c.permintaan ganti kerugian atau rehabilitas oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan. 13.PUTUSAN PENGADILAN adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukuman dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 14.UPAYA HUKUM adalah hak terdakwa atau penuntut umumuntuk tidak menerima putusan pengadilanyang berupa perlawanan atau banding atau khasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta cara yang diatur dalam undang-undang. 15.GANTI KERUGIAN adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutanya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap,ditahan,dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 16.REHABILITASI adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan,kedudukan harkar serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,penuntutan atau peradilan karena ditangkap,ditahan ,dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. E.asas-asas hukum acara pidana Hukum acara pidana mengenal beberapa asas.asas-asas tersebut ada yang bersifat khusus berlaku didalam persidangan,tapi ada pula yang bersifat umum berlaku dalam seluruh kegiatan peradilan.berikut ini akan dijelaskan beberapa asas tersebut,dimulaidengan asas-asas yang bersifat umum,kemudian disusul dengan asas yang bersifat khusus berlaku disidang pengadilan. 1.asas-asas umum Yang dimaksud dengan asas umum disini adalah asas-asas yang menjadi dasar dan berlaku pada semua tingkatan pemeriksaan.diatara asas-asas tersebut adalah sebagai berikut : a.asas kebenaran matereel. Bahwa dalm pemeriksaan perkara pidana lebih mementingkan kepada penemuan kebenaran matereel (materiale warheid),aspek matereel yakni suatu kebenaran sunggug-sungguh sesuai dengan kenyataannya.berbeda dengan pemeriksaan perkara perdata yang lebih menekankan kepada penemuan kebenaran formil (formale warheid),atau pada aspek formal. Prinsip ini terlihat didalam proses persidangan,bahwa meskipun terdakwa telah mengakui kesalahannya namun belum cukup dijadikan alasan untuk menjatuhkan putusan,masih diperlukan beberapa bukti lain untuk mendukung pengakuan terdakwa tersebut.pengakuan dalam proses peradilan hanya sekedar petunjuk dan bukan sebagai sesuatu kebenaran.oleh karena itu,guna menemukan kebenaran yang matereel para komponen pengadilan,hakim,jaksa,dan pengacara masih berusaha membuktikan pengakuan terdakwa tersebut dengan mengajukan bukti-bukti lainya baik berupa saksi maupun barang-barang bukti lainya. b.asas peradilan cepat,sederhana dan biaya murah. Asas ini menghendaki agar peradilan dilakukan dengan cepat artinya dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselesaikan dengan sesegera mungkin dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.sederhana mengandung makna agar dalam menyelenggaakan peradilan dilakukan dengan simpel,singkat dan tidak berbelit-belit.biaya ringan berarti penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan,menghindari pemborosan dan tidak bermewah-mewah yang hanya dapat dinikmati oleh yang berduit saja. Dalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman NO.14 tahun 1970,asas ini dapat ditemukan dalam penjelasan umum butir 3 e dikatakan:”peradilan yang harus dilakukan dengan cepat,sederhana,dan biaya ringan serta bebas,jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.”asas ini kemudian dijabarkan atau terimplementasi lebih banyak didalam beberapa rumusan pasal-pasal KUHAP,diantaranya pasal24 ayat (4),pasal 25 ayat (4),pasal 26 ayat (4),pasal 27 ayat (4) pasal 28 ayat (4),pasal 50,pasal 102 ayat (1),pasal 107 ayat (3),pasal 110,pasal140 ayat (1) dan lain sebagainya.pasalpasal ini yang intinya menghendaki peradilan yang cepat itu. C.asas praduga tak bersalah dan praduga bersalah Asas praduga tak bersalah atau dikenal dengan istilah presuption of innocence adalah suatu asas yang menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidanan harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya itu.dalam pemeriksaan perkara pada semua tingkatan pemeriksaan semua pihak harus menganggap bagaimanapun juga tersangka/terdakwa belum bersalah.baik terhadap sikap semua pihak terhadap tersangka/terdakwa maupun dalam menggunakan istilah sewaktu berdialog dengan terdakwa. Prinsip ini dipatuhi sebab merupakn prinsip yang selain mendapat pengakuan didalam sidang pengadilan juga mendapat pengakuan didalam rumusan perundang-undangan yaitu terdapat dalam pasal 8 UU no.14 tahun 1970 yang bunyunya :setiap orang yang disangka,ditangkap,ditahan,dituntut,atau dihadapkan didepan pengadilan,wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Prinsip ini nampak beroperasi baik diluar sidang maupun didalam sidang.didalam sidang pengadilan terlihat dari adanya suasana sidang yang masih menghargai terdakwa misalnya saja ketika masuk dalam sidang tidak diborgol dan terikat,begitu juga pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menjerat tidak diperkenankan. Asas lain yang sungguh berbeda dengan asas ini adalah asas “praduga bersalah”yang dikenal dengan istilah presumtion of quilty.asas ini menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan pidana sudah dapat dianggap bersalah sekalipun belum ada putusan dari pengadilan yang menerangkan kesalahanya itu.antara asas presumtion of innocecnce dengan presumtion of quilty,keduanya memiliki segi segi positif tetapi juga memiliki segi-segi negatif. Segi positif presumtion of innocecnce adalah sangat memberi perhatian terhadap perlindungan hak asas manusia sebab semua tindakanya yang dilakukan harus berdasarkan dengan aturan-aturan hukum.hal ini berakibat pula,sedikit kemungkinan akan terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan pemeriksaan.segi negatifnya adalh sulit mengendalikan kejahatan jika kejahatan itu sudah sampai pada tingkat dan jumlah yang banyak. Segi positif presumtion of quilty adalah dapat mengendalikan kejahatan sekalipunn kejahatan itu telah sampai pada jumlah yang banyak.segi negatifnya adalah terkadang melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan terbuka kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan dalam pemeriksaan,lebih-lebiih jika personil penegak hukum belum memiliki profesionalisme dan pengalaman yang banyak. d.asas inquisitoir dan accusatcir asas inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksaan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup.asas ini menempatkan tersangka sebagai objek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali,termasuk tidak diperkenankan melakukan kontak dengan keluarganya,termasuk juga didampingi penasehat hukum.namun diindonesia asas ini kemudian mengalami pergeeran yakni setelah berlakunya undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). Dengan diundangkanya KUHAP maka asas inquisitoir berlakunya sedikit di perlunak,yakni meskipun masih menempatkan tersangka sebagai objek pemeriksaan dan dilakukan secara tertutup,namun tersangka telah diberi hak untuk didampingi oleh penasehat hukum dalam setiap pemeriksaan termasuk tingkat penyidikan.hanya saja kehadiran penasehat hukum mendampingi tersangka pada tingkat penyidikan adalah bersifat pasif,artinya tidak boleh melakukan interpensi terhadap pemeriksaan,yang di perbolehkan hanyalah menyaksikan dari jarak jauh tanpa hak untuk memberi nasehat dan pembelaan. Berbeda dengan asas inquisitoir,asas accusatoirr menunjukan bahwa seorang terdakw a yang di periksa dalam sidang pengadilan bukan lagi sebagai objek pemeriksaan tetapi sebagai subjek.asas accusatoirr telah memperlihatkan suatu pemeriksaan terbuka dimana setiap orang dapat menghadiri dan menyaksikan jalanya pemeriksaan.terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum,sedangkan hakim berada diatas kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara pidana menurut hukum pidana yang berlakku. Sebagai realisasi prinsip accusatoirr di pengadilan terlihat misalnya,terdakwa bebas berkata,bersikap sepanjang untuk membela diri dan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum,seringnya terdakwa tetap tinggal diam tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya,adanya penasehat hukum yang mendampingi terdakwa untuk membela hak-haknya.selain itu terdakwa bebas mencabut pengakuan-pengakuan yang pernah ia kemukakan diluar sidang dan ini dapat dikabulkan sepanjang hal itu logis dan beralasan. e.asas legalitas dan oportunitas. Asas legalitas adalah asas yang menghendaki bahwa penuntut umum wajib menuntut semua perkara pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dan bagaimana keadaan pelakunya kemuka sidang pengadilan.sedangkan asas oportunitas adalah memberi wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang atau sesuatu badan yang telah melakukan tindak pidana demi kepentingan umum. Menurut perundang-undangan yang berlaku indonesia indonesia menganut asas oportunitas ,seperti disebutkan dalm undang-undang pokok kekuasaan kejaksaan bahwa jaksa agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.adapun istilah “demi kepentingan umum”dijelaskan dalam pedoman pelaksanaan KUHAP sebagai berikut : “…dengan demikian kriteria “demi kepentingan umum”dalam penerapan asas oportunitas dinegri kita adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat rakyat dan bukan untuk kepentingan pribadi “. 2.asas-asas khusus Adapun yang dimaksud dengan asas khusus adalah asas-asas yang hanya berlaku dan atau bekenaan dengan dilakukannya persidangan di pengadilan.asas-asas tersebut meliputi: a.asas sidang terbuka untuk umum maksud dari prinsip ini adalah setiap sidang yang dilaksanakan harus dapat disaksikan untuk umum.pengunjung bebas melihat dan mendengar langsung jalanya persidangan,tidak ada larangan menghadiri persidangan sepanjang tidak mengganggu jalanya persidangan itu.bukti bahwa persidangan terbuka untuk umum ditandai dengan ucapan hakim ketika membuka sidang yakni dengan ucapan “sidang di buka dan terbuka untuk umum”.ucapan hakim tersebut mutlak harus ada sebab tanpa ucapan tersebut sidang terancam batal. Prinsip ini tidak berlaku bagi sidang pengadilan yang perkara pidananya merupakan perkara kesusilaan atau perkara pidana yang pelakunya adalah anak-anak.dalam perkara demikian sidang tidak dinyatakan terbuka untuk umum melaikan harus dinyatakan tertutup untuk umum. Dalam hal ini dapat diperhatikan pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : “untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak” Ayat (4) “tidak dipesnuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”ayat (4). Sidang harus terbuka untuk umum adalah suatu kehendak agar adnaya suatu kontrol langsung dari masyarakat terhadap jalanya persidangan itu.adanya penyaksian dan kontrol masyarakat secara langsung ini diharapkan dapat memperkecil kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh hakim sehingga persidangan pun dapat berjalan dengan jujur tanpa pemihakan. b.peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatanya. Asas ini menghendaki bahwa tidak ada suatu jabatan yang berhak untuk melakukan peradilan atau pemeriksaan hingga mengambil keputusan kecuali hanya diberikan kepada hakim.hakim adalah jabatan dan jabatan hakim adalah bertugas untuk mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya. Ini berarti bahwa pengambilan keputusan tentang salah tidaknya terdakwa di persidangan,dilakukan oleh hakim karena jabatanya dan bersifat tetap.untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara.demikian ketentuan menurut pasal 31 UU pokok kekuasaan kehakiman. Dengan adanya asas ini maka pejabat-pejabat lainya yang berada di dalam peradilan pidana tidak di benarkan mengambil suatu keputusan hukum karena itu bertentangan denganasas ini.dengan demikian jika polisi menangkap seorang pencuri ayam tidak dibenarkan polisi tersebut memeriksa kemudian memberikan sanksi terus melepaskanya,melainkan dia harus memprosesnya untuk di limpahkan kekejaksaan dan kejaksaan selanjutnya melimpahkan kepada pengadilan untuk kemudian hakim pengadilan mengadili perkara itu. c.asas pemeriksaan langsung perinsip ini menghendaki agar pemeriksaan yang dilakukan itu harus menghadapkan terdakwa di depan sidang pengadilan,termasuk pula menghadapkan seluruh saksi-saksi yang di tunjuk.langsung artinya hakim dan terdakwa atupun para saksi berada dalam suatu sidang yang tidak dibatasi oleh suatu tabit apapun.dengan demikian maka kehadiran terdakwa atau saksi dalam suatu sidang pengadilan adalah mutlak adanya,tanpa kehadiranya berarti sidang tidak akan mungkin dilakukan. Ketentuan hal tersebut diatas dapat disimpulakan dari pasal 154 KUHAP yang menentukan bahwa hakim ketua sidang memerintahkan supanya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan,ia dihadapkan dalam keadaan bebas.sementara itu pasal 155 KUHAP menetukan bahwa hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap,tempat lahir,umur atau tanggal lahir ,jenis kelamin kebangsaan,tempat tinggal,agama dan pekerjaanya.ketentuan ini sekalipun secara langsung tidak menyebutkan prinsip langsung tapi dari isinya memperlihatkan bahwa terdakwa harus ada di dalam sidang pengadilan. Perinsip pemeriksaan langsung diharapkan agar informasi atau keterangan yang diharapkan dalam persidangan bukanlah informasi atau keterangan dari orang lain yang berada di luar persidangantapi informasi atau keterangan haruslah diperoleh di dalam dan melalui persidangan sehingga informasi atau keterangan itu dapat dijamin kebenaranya sekaligus memberikan jaminan perlindungan hak-hak asasi terdakwa. Perinsip ini dapat di kecualikan dalam hal perkara pidanan itu adalah pelanggaran lalu lintas.persidangan terhadap perkara jenis ini tidak mengharuskan terdakwa harus hadir di sidang pengadilan artinya,persidangan tetap jalan sekalipun terdakwa tidak hadir atau hanya diwakili oleh orang lain.demikian pula dalam tindak pidana khusus seperti korupsi,tindak pidana ekonomi,tindak pidana subversi,prinsip inipun tidak berlaku sehingga pelaku pelaku tindak pidana khusus tersebut dapat diadili dengan peradilan in absentia,yakni peradilan yang dilakukan tanpa hadirnya terdakwa. d.asas komunikasi dengan tanya jawab langsung prinsip ini menghendaki bahwa di dalam persidangan hakim dengan terdakwa dan para saksi adalah berhubungan melalui tanya jawab langsung dan lisan tanpa melalui suatu perantara,tidak pula dengan melalui surat menyurat.semua pertanyaan yang diajukan kepada terdakwa maupun kepada saksi harus diarahkan langsung kepadanya dan semua pertanyaan yang muncul baik dari jaksa penuntut umum maupun penasehat hukum harus pula melalui hakim,kemudian hakim meneruskan pertanyaan itu kepada terdakwa ataupun kepada saksi tanya jawab langsung hanya berlaku antara hakim terdakwa dengan saksi.bagi jaksa penuntut umum dan penasehat hukum pertanyaannya kepada terdakwa dan saksi tidak boleh langsung melainkan harus melalui hakim,hakimlah yang akan meneruskan pertanyaan itu kepada terdakwa atau kepada saksi.namun semua jawaban yang langsung artinya mereka sendirilah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu bukan hakim atau orang lain yang berada atau diluar persidangan itu. Sebelum KUHAP berlaku,komunikasi melalui pertanyaan langsung ini tidak hanya berlaku pada hakim,penuntut umum maupun penasehat hukum dapat berkomunikasi melalui pertanyaan langsung dengan terdakwa atau saksi tanpa harus melalui hakim ketua sidang,namun setelah KUHAP berlaku hal tersebut dirubah seperti tercantum dalam pasal 164 ayat (2) yakni:penuntut umum atau penasehat hukum dengan perantara hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa. Dengan adanya kata “perantara hakim”dalam pasal tersebut menunjukan bahwa semua pertanyaan yang akan diajukan kepada terdakwa atau saksi terlebih dahulu harus melalui hakim,kemudian pertanyaan itu oleh hakim di teruskan kepada terdakwa atau saksi untuk selanjutnya di beri jawaban.dengan demikian pertanyaan dari penuntut umum atau penasehat hukum tidak boleh langsung diarahkan kepada saksi maupun kepada terdakwa melaikan melalui hakim ketua sidang. Beberapa prinsip/asas tersebut diatas mendapat penjelasan atau komentar dari bambang poernomo sebagai berikut : 1.asas sidang terbuka untuk umum,atau disebut “geopend en openbaar verklaard”untuk kepentingan sosial kontrol. 2.asas pemeriksaan langsung,atau disebut “het beginsel van onmiddelijkheid”untuk kepentingan hak azasi manusia dan kebenaran yang dicapai melalui persidangan karena ada larangan mendapat kan bahan-bahan keterangan yang diperoleh dari luar sidang. 3.azas komunikasi secara langsung dengan tanya jawab langsung antara dua pihak,atau disebut “oraal debat”agar terdapat pembahasan dengan jelas dan memperoleh gambaran perbuatan yang terjadi dari orang yang bersangkutan secara orisinal. Bab II Pemeriksaan Pendahuluan Hukum secara pidana mengenal beberapa tahapan dalam menyelesaikan perkara pidana. Sekalipun secara tegas tidak ditentukan di dalam KUHAP tahapan itu. Namun bedasarkan rumusan-rumusan pasal yang ada dalam undang-undang terurama ditemukan dalam berbagai literatur bagi tahapan itu menjadi 3 tahapan yaitu : tahapan pemeriksaan pendahuluan, tahapan penuntutan, dan tahapan pemeriksaan perkara di pengadilan. Pada bab ini akan membicarakan tahapan pemeriksaan pendahuluan sebagai tahapan pertama dari seluruh tahapan pemeriksaan perkara pidana sebagai mana telah ditentukan oleh hukum pidana. Menurut S. Tanusubroto menyebutkan bahwa “Pemeriksaan pendahuluan”, yaitu pemeriksaan penyidikan atau pemeriksaan sebelum dilakukan di muka persidangan pengadilan, definisi yang hampir sama dengan definisi yang dikemukakan oleh Soedjono D. Yaitu pemeriksaan yang dilakukan apabila ada persangkaan, baik tertangkap tangan atau tidak, yang dilakukan sebelum pemeriksaan di muka persidangan pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan di didalamnya terdapat beberapa langkah yang dilakukan yang sebetulnya tercakup dalam tindakan penyelidikan dan penyidikan. Namun pada bagian ini tindakan penyidikan dan penyelidikan pembahasanya dipisahkan dengan beberapa tindakan lainya seperti : penangkapan, penahanan penggeledahan penyitaan dan pemeriksaan surat guna memperoleh pembahasan yang lebih rinci. A. Tentang Penyelidikan Definisi istilah tersebut telah disebutkan di muka sehingga tidak perlu dilang lagi. Pertanyaan sekarang adalah siapa yang berwenang melakukan penyelidikan itu ? Jika memperhatikan pasal 4 KUHAP yang berwenang melakukan fungsi penyelidikan adalah “setiap pejabat polisi negara” republik indonesia. Berdasarkan ketentuan pasal 4 KUHAP tersebut maka tidak ada instansi atau pejabat lain yang dapat melakukan penyelidikan kecuali oleh instansi atau pejabat polri. Dengan demikian jaksa atau pejabat lain tidak diperkenankan melakukan penyelidikan, kecuali dalam hal diatur dalam undang-undang khusus. Adapun kewenangan penyelidik adalah meliputi ketentuan yang diperinci pada pasal 5 KUHAP, yang dapat dibagi dua bagian : 1. Kewenangan berdasarkan kewajiban (hukum), meliputi : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Mencari keterangan dan barang bukti; c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; d. Mengadakan tindaka lain menurut hukum yang bertanggung jawab ad. a. Kewenangan menerima laporan dan pengaduan. Menerima laporan dan pengaduan dari masyrakat merupakan informasi awal bagi penyelidik untuk mengambil tindakan berikutnya. Kewenangan penyelidik untuk menerima laporan atau pengaduan adalah berdasarkan kewajiban menurut ketentuan undang-undang. Oleh karena itu setip laporan atau pengaduan hanya dapat diajukan kepada penyelidik atau polri dan penyelidik berkewajiban menerimanya. Dalam hal menyampaikan laporan dan penaduan ditentukan bebrapa hal yang harus dipenuhi yaitu : Jika laporan pengaduan diajukan secara tertulis, harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu; Jika laporan dan pengaduan diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor/pengadu dan penyelidik; Jika pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus dicatat dalam laporan atau pengaduan (pasal 103) Terdapat perbedaan antara laporan dengan pengaduan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari beberapa segi yakni sebagai berikut : Dari segi subyeknya. Laporan disampaikan oleh setiap orang dan merupakan kewajibanya, sementara laporan hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja buka kewajiban tapi merupakan hak. Dari segi objeknya. Objek laporan adalah setiap delik/tindak pidana yang terjadi tida ada pengecualianya, jika berkenaan dengan delik biasa. Sementara pengaduan objek terbatas pada delik-delik aduan saja. Dari segi lainya, laporan berisi pemberitahuan tanpa disertai dengan permohonan. Pengaduan isinya pemberitahuan yang selalu disertai permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum. Segi pencabutan. Laporan tidak dapat dicabut kembali, sementara pengaduan dapat dicabut kembali. Dari segi daluarsa. Laporan waktu daluarsa hampir dikatakan tidak ada kalau waktunya cukup lama. Pengaduan lamanya daluarsa cukup pendek. ad. b. Wewenang mencari keterangan dan barang bukti wewenang penyelidik mencari keterangan dan barang bukti adalah dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan berupa fakta, keterangan dan barang bukti sebagai landasan hukum untuk memulai penyelidikan. Yang dimaksud dengan “mencari barang bukti” dalam rumusan pasal 5 ayat (1) huruf a angka 2 KUHAP itu sebenarnya adalah berusaha untuk “menemukan bukti-bukti” tentang telah dilakukanya suatu tindak pidana oleh seseorang, baik tentang tindak pidana yang telah dilaporkan kepadanya maupun tentang tindak pidana yang tidak dilaporkan kepadanya. Agar memperoleh keterangan, fakta dan barang bukti yang berdaya guna dan mampu dipertanggung jawabkan di pengadilan, maka hendaknya dalam melakukan penyelidikan guna menemukan keterangan itu dilakukan dengan cermat dan seteliti mungkin, dan dilakukan dengan menggunakan metode tehnik dan taktik penyelidikan secara ilmiah (csientific criminal detection), tidak dengan menggunakan data demi mengejar target tertentu. ad. c. Kewenangan menyuruh berhenti adalah wajar jika penyelidik diberikan kewenangan untuk menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, sebab bagaimana mungkin penyelidik dapat melakukan pemeriksaan mencari keterangan dan bukti-bukti jika kewenangan tersebut tidak dimiliki. Menyuruh: berhenti orang yang dicurigai tidak sama dengan melakukan penangkapan karena yang terakhir ini diperlukan syarat-syarat seperti harus asa surat penangkapa sementara menyuruh berhenti tidak diperlukan surat suruhan tersebut. Menyuruh berhenti bukan untuk suatu pemeriksaan perkara melainkan untuk sekedar mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan identitas diri. Persoalanya adalah begaimana jika seseorang yang dicurigai tidak mengindahkan atau tidak menaati apa yang disuruh dan ditanyai oleh penyelidik, tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh penyelidik ? menurut Yahya Harahap, jika penyelidik mengalami hal demikian, tidak ada tindakan yang dapat diperbuatnya untuk memaksa orang yang dicurigai tadi. Hal ini memang merupakan suatu hambatan bagi penyidik melakukan fungsi penyidikan. Sebab bagaimanapun seandainya orang yang dicurigai tidak menaati perintah penyelidik, tidak dapat memaksa dengan upaya paksa. Satu-satunya jalan yang dapat dibenarkan oleh hukum, pejabat penyidik harus cepat-cepat mendatangi, pejabat penyidik, untuk meminta “surat perintah” penangkapan atau surat perintah “membawa dan menghadap” orang yang dicurigai ke muka penyidik. ad. d. Kewenangan penyelidik mengenai melakukan tindakan lain kewenangan ini adalah kewenangan yang sangat kabur dan tidak jalan. Untuk mengurangi kekaburan tersebut maka pengertian kewenangan tersebut dijelaskan di dalam penjelasan pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4, bahwa : yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat : a) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukanya tindakan jabatan; c) Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatanya; d) Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; e) Emnghormati hak asasi manusia. Meskipun telah dijelaskan namun belum juga memberikan kejelasan apa sebetulnya yang dimaksudkan dengan pengertian tindakan lain itu. Karena undang-undang tidak memberikan pengertian dan bentuk kongkrit maka diharapkan dalam praktik akan dapat ditemukan jawabanya. 2. Kewenangan berdasrkan perintah penyidik Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul karena ada perintah dari penyakit. Sebetulnya kurang tepat jika disebutkan sebagai kewenangan penyelidik sebab kewenangan itu adalah kewenangan penyidik yang pelaksaanya diperintahkan kepada penyelidik. Jadi yang tepat adalah bukan kewenangan penyelidik tapu merupakan tindakan “melaksanakan perintah sebagai penyelidik. Atau lebih tepat pula jika disebutkan sebaai kewajiban atas perintah penyelidik. Tindakan-tindakan tersebut merupakan : a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahana dan penyitaan; b. Pemeriksaan dan penyitaan surat; c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; d. Membawa dan emnghadapkan seseorang pada penyidik. Terhadap keseluruhan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam angka 1 demikian pula keseluruhan tindakan-tindakan tersebut pada angka 2, penyelidik berkewajiban membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksaanya kepada penyidik. B. Tentang Penyidikan Penyidikan diatur di dalam pasal 102 – 136 bagian kedua BAB XIV KUHAP. Penyidik dan penyidik pembantu di atur dalam pasal 6 – 13 bagian kesatu dan kedua BAB IV KUHAP. Penyidikan sepertinya mirip dengan penyelidikan, namun kedua istilah tersebut sungguh berbeda. Perbedaanya dapat dilihat dari sudut pejabat yang melaksanakanya adalah penyidik yang terdiri dari pejabat polri saja tanpa ada pejabat lainya. Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang terdiri dari pejabat polri dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu. Perbedaan lain yakni pada segi penekananya. Penyelidik penekananya pada tindakan “mencari dan menemukan sesuatu pristiwa””yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana, penyidikan titik berat penekananya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Penyelidikan yang dilakukan penyidik harus diberitahukan kepada penuntut umum dan jika penyidikan telah selesai, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Terkadang hasil penyidikan dinilai oleh penuntut umum kurang lengkap sehingga perlu dilengkapi penyidik. Jika terjadi demikian penuntut umum segera megnembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai pentunjuk untuk dilengkapi. Penyidik yang dkembalikan berkas perkaranya segera pula melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. Adapun kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan dapat ditemukan dalam pasal 7 ayat (2) adalah sebagai berikut : a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka da memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Megnambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidikan; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Jika diperhatikan kewenanganya penyidik tersebut di atas lebih luas dibandingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh penyidik. Ada beberapa kewenangan yang dimiliki oleh penyidik tidak dimiliki oleh penyelidik. Diantara kewenangan tersebut adalah “melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian, melakukan penahanan, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara, mengadakan penghentian penyidikan. Yang dimaksud dengan “melakukan tindakan pertama” ditempat kejadian adalah melakukan segala macam tindakan yang oleh penyidik telah dipandang perlu untuk : a. Menyelamatkan nyawa korban atau harta kekayaan orang; b. Menangkap pelakunya apabila pelaku tersebut masih berada dalam jangkauan penyidik untuk segera ditangkap; c. Menutup tempat kejadian bagi siapa pun yang kehadiranya disitu tidak diperlukan untuk menyelamatkan korban, menyelamatkan harta kekayaan orang atau untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan dengan maksud agar tempat kejadian tu tetap berada dalam keadaan yang asli untuk memudahkan penyelidikan dan penydikan; d. Menemukan, menyelamatkan, mengumpulkan dan mengambil barang-barang bukti serta berkas-berkas yang dapat membantu penyidik untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk tentang identitas pelaku atau dari pelaku-pelakunya, tentang cara-cara dan alat-alat yang telah dipergunakan oleh para pelaku dan untuk melemahkan alibi yang mungkin saja akan dikemukakan oleh seorang tersangka apabila ia kemudian berhasil ditangkap; e. Menemukan saksi-saksi yang diharapkan dapat membantu penyidik untuk meemcahkan persoalan yang sedang ia hadapi, dan memisahkan saksi-saksi tersebut agar mereka itu tidak dapat berbicara satu dengan yang lainya, dan lain-lain. Salah satu kewenangan penyidik yang perlu mendapaat penjelasan disini adalah “menghentikan penyidikan”. Bilamanakah seorang penyidik harus menghetikan penyidikan? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat pasal 109 ayat (2) KUHAP, berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa penyidik harus menghentikan penyidikan jika : a. Apabila teryata tidak terdapat cukup bukti untuk melanjtukan pekerjaanya ke pengadilan untuk di adili; b. Apabila tindakan yang telah dilakukan oleh seorang tersangka itu ternyata bukan merupakan suatu tindak pidana dan; c. Apabila penyidikan tersebut memang perlu dihentikan. Adanya penghentian penyidikan tersebut mengandung konsekwensi yuridis, sebab orang yang disangka telah melakukan tindak pidana tersebut kemudian di hentikan penyidikanya diberi hak oleh undang-undang untuk dapat : Mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik terhadap dirinya (pasal 80 KUHAP) ; dan Mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk mendapatkan ganti rugi dan atau rehabilitasi sebagai akibat dari sahnya penghentian penyidikan yang telah di ajukan kepada ketua pengadilan negeri tersebut (pasal 81 KUHAP). Menurut P.A.F. Lamintang bahwa menurut ketentuan-ketentuan undang-undang tersebut di atas itu merupakan peringatan bagi para penyidik untuk bersikap hati-hati dalam melakukan suatu penyidikan yaitu : Bahwa sebelum melakukan penyidikan terhadap seseorang, penyidik harus benar-benar yakin bahwa orang tersebut telah melakukan suatu tindak pidana berdasarkan bukti-bukti pendahuluan yang telah brehasil dikumpulkan oleh penyelidik; Bahwa penyidik harus yakin yaitu apabila ia sekali telah memulai dengan penyidikanya maka tersangka secara pasti akan dapat diajukan ke pengadilan untuk diadili; Bahw penyidik harus yakin terlebih dahulu bahwa bukti-bukti ataupub saksi-saksi yang dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan tersangka secara pasti akan dapat diperoleh. C. Tentang Penangkapan Pejabat yang berwenang Seperti telah disebutkan di muka bahwa penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam udang-undang hukum acara pidana (pasal 1 nomor 20). Jika memperhatikan pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa yang berwenang melakukan penangkapan adalah penyidik. Sekalipun diseburkan hanya penyidik namun berdasarkan pasal 16 ayat (1) penyelidik dapat juga melakukan penangkapan asalkan terdapat perintah dari penyidik. Dan dalam penjelasan mengenai pasal 16 tersebut yang dimaksudkan dengan perkataan “atas perintah penyidik” itu, termasuk pula penyidik pembantu. Tujuan dan Alasan Penangkapan Tujuan penangkapan ditentukan pula di dalam pasal 16 KUHAP yakni ntuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan penyidikan. Sementara itu alasan penangkapan ditentukan dalam pasal 17 KUHAP. Berdasarkan pasal ini alasan penangkapan adalah adanya dugaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Yang dimaksud dengan “bukti prmulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi pasal 1 butir 14 (sudah disebutkan di muka). Ini berarti bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, akan tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana (penjelasan pasal 17).. Sekalipun telah dijelaskan oleh penjelasan pasal 17 akan tetapi pengertian “bukti permulaan yang cukup” belum memberikan pengertian yang dapat dipahami, masih merupakan pengertian yang kabur. Oleh karena itu perlu ada rumusan yang lebih baik dan lebih kongkrit agar tidak terjadi penafsiran yang beragam dalam praktek. Syarat-syarat sahnya penangkapan Adapun untuk sahnya suatu penangkapan diperlukan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Menunjukan surat tugas penangkapan yang dikeluarkan oleh penyidik atau penyidik pembantu; 2. Dengan memberikan surat perintah penangkapan kepada terangka yang tercantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipresangkakan serta tempat ia diperiksa; Surat perintah penangkapan tersebut harus dikeluarkan oelh pejabat kepolisian negara republik indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya, dan; 5. Dengan menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan itu kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan dilakukan (pasal 18 ayat 1 dan 3) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. 4. Batas waktu Penangkapan Batas waktu penangkapan ditentukan dalam pasal 19 ayat (1) yaitu dilakukan untuk maksimum satu hari. Berdasarkan ketentuan ini seorang hanya dapat dikenakan penangkapan tidak boleh lebih dari “satu hari”. Lebih dari satu hari, berarti sudah terjadi pelanggaran hukum, dan dengan sendirinya penangkapan dianggap tidak sah. Konsekwensinya, tersangka harus dibebaskan demi hukum. Atau jika batas waktu itu dilanggar; tersangka, penasihat hukumnya atau keluarganya dapat meminta pemeriksaan kepda praperadilan tentang sah tidaknya penangkapan dan sekaligus dapat menuntut ganti rugi (pasal 1 angka 10, yo pasal 95 ayat (1) KUHAP). Batasan lamanya penangkapan yang sangat singkat itu akan menjadi masalah bagi pihak penyelidik terutama di tempat-tempat atau di daerah yang transportasinya sangat sulit, apalagi jika daerah masih tertutup dari sarana komunikasi misalnya dikepulauan riau atau di bagian-bagian tengah dan abrat daerah istimewa aceh. Keadaan yang demikian tidak mungkin dengan satu hari dapat menyelesaiknya urusan penangkapan dan menghadapkan tersangka kepada penyidik. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, pedoman pelaksanaan KUHAP memberikan jalan keluar atas hambatan tersebut : a. Penangkapan supaya dilaksanakan sendiri atau dipimpin oleh penyidik, sehingga segera dapat dilakukan pemeriksaan di tempat yang terdekat. b. Bila penangkpaan dilakukan oleh penyelidik, pejabat penyidik mengeluarkan surat perintah kepada penyelidik untuk membawa dan menghadapkan orang yang ditangkap kepada penyidik. Surat perintah yang dikeluarkan disini bukan surat perintah penangkapan tapi surat perintah “membawa menghadap” jadi petugas penyelidik hanya membawa seseorang menghadap ke penyidik bukan menangkap yang batas waktunya terbatas satu hari, namun jika “perintah membawa menghadap atas waktunya belum ditentukan sehingga beberapa lamanya pun diperbolehkan dan tidak melanggar hukum. Penangkapan hanya diberikan kepada pelaku kejahatan sementara pelaku pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (pasal 19 ayat 2 KUHAP). D. Tentang Penahanan Tujuan dan Alasan Penahanan Secara langsung tidak ada ketentuan yang dapat menjelaskan apa yang menjadi tujuan penahanan itu. Akan tetapi jika melihat isi dari pasal 20 KUHAP dapat memberi petunjukke arah tujuan penahanan, yakni untuk kepentingan penyidikan, kepentingan penuntutan dan kepentingan pemeriksaan hakim. Adapun mengenai alasan penahanan dalam berbagai literatur sering dibagi menjadi dua bagian, yakni : Alasan Objektif Disebutkan sebagai alasan objektif karena undang-undang sendiri yang menentukan tindak pidana mana yang akan dikemukakan penahanan. Yang termasuk alasan objektif adalah bagaimana ditentukan dalam pasal 21 ayat 4 KUHAP yaitu : - Perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; - Perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 282 ayat (3), pasal 296, pasal 335 ayat (1), pasal 351 ayat (1), 2353 ayat (1), 372, 378, pasal 379a, pasal 453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480, dan pasal 506 KUHP, pasal 25 dan pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Statsblad tahun 1931 nomor 471), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 undang-undang tindak pidana imigrasi (undang-undang nomor 8 Drt. Tahun 1955, lembaraan negara tahun 1955 nomor 8), pasal 36 ayat (7), pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 undang-undang nomor 9 tahun 1976 tentang narkotika (lembaran negara tahun 1976 37, tambahan lambaran negara nomor 3086). Alasan subjektif. Yang dimaksud dengan alasan subjektif adalah alasan yang muncul dari penilaian subjektif pejabat yang menitik beratkan kepada keadaan atau keperluan penahanan itu sendiri. Adapun yang termasuk alasan subjektif ini ditentukan dalam pasal 21 ayat 1 KUHAP yaitu : - Adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup; - Adanya keadaan yang menimbulkan kekahwatiran bahwa tersangka terdakwa akan melarikan diri; - Adanya kekahwatiran tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Pejabat yang berwenang dan lamanya penahanan Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penahanan adalah : Penyidik Wewenang penyidik melakukan penahanan kepada tersangka dengan lama masa penahanan 20 hari. Masa penahanan ini jika telah habis sementara pemeriksaan belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntut umum sebanyak 40 hari, sehingga kewenangan penyidik melakukan penahanan selama 60 hari. Tidak menutup kemungkinan dikeluarkanya tersangka dari tahanan sebelum berakhir masa tahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Demikian pula penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum jika masa tahanan tersebut telah habis meskipun pemeriksaan terhadap diri tersangka belum selesai. (pasal 24 KUHAP). Penuntut Umum Penuntut umum berwenang melakukan penahanan kepada tersangka dengan masa penahanan 20 hari. Kewenangan ini masih dimintakan perpanjangan kepada ketua pengadilan negeri jika diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai. Ketua pengadilan dapat memberi perpanjangan selama 30 hari. Dengan perpanjangan tersebut berarti keseluruhan lamanya masa penahanan yang merupakan kewenangan penuntut umum untuk menahan tersangka adalah berjumlah 50 hari. Seperti halnya dengan penyidik, penuntut umum harus segera mengeluarkan tersangka dari tahanan jika masa penahanan telah hasi sekalipu pemeriksaan belum selesai. (pasal 25 KUHAP). Hakim pengadilan negeri Kewenangan penahan dapat juga diberikan kepada hakim pengadilan negeri dengan lama masa penahanan 30 hari. Jangka waktu 30 hari ini, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dpat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama 60 hari. Dengan demikian hakim pengadilan negeri berhak menahan terdakwa selama 90 hari. Tidak menutup kemungkinan terdakwa dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan terseubt, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Demikian pula sebaliknya jika masa penahanan sudah habis, hakim segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan meskipun pemeriksaan belum selesai. (pasal 26). Hakim pengadilan tinggi Sebagai pebajat yang diberi kewenangan untuk melakukan penahanan guna kepentingan pemeriksaan banding, hakim pengadilan tinggi berwenang menahan seseorang selama 30 hari. Apabila diperlukan guna keperluan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama 60 hari. Dengan demikian keseluruhan masa penahanan yang dapat diberikan oleh hakim pengadilan tinggi berjumlah 90 hari. Sekalipun kewenangan selama 90 hari, namun tidak menutup kemungkinan terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum masa penahanan itu selesai, jika ternyata pemeriksaan dianggap sudah cukup. Demikian pula sebaliknya jika masa penahanan 90 hari itu telah hais, hakim pengadilan tinggi segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan sekalipun pemeriksaan belum selesai dilakukan. (pasal 27). Hakim mahkamah agung Guna pemeriksaan perkara kasasi, hakim mahkamah agung diberi wewenang menahan seorang terdakwa untuk paling lama 50 hari. Jika kepentingan pemeriksaan belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua mahkamah agung paling lama 60 hari. Dengan demikian keseluruhan masa penahanan yang dapat diberikan oleh hakim mahkamah agung adalah 100 hari. Seperti pula dengan pejabat-pejabat lainya sekalipun masa penahanan ini belum habis, namun pemeriksaan sudah selesai dilakukan hakim mahkamah agung dapat mengeluarkan terdakwa dari tahanan. Demikian pula jika masa penahanan sudah habis namun pemeriksaan belum selesai dilakukan, hakim mahkamah agung harus segera pula mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum (pasal 28). Berdasarkan uraian diatas dapat diperinci penahanan dalam hukum acara pidana indonesia dengan tabel sebagai berikut : No Pejabat penahanan Lama penahanan Pejabat perpanjangan Lama perpanjangan Jumlah 1 2 3 4 5 Penyidik Penuntut umum Hakim PN Hakim PT Hakim MA 20 hari 20 hari 30 hari 30 hari 30 hari Penuntut Umum Ketua PN Ketua PN Ketua PT Ketua MA 40 hari 30 hari 60 hari 60 hari 60 hari 60 hari 50 hari 90 hari 90 hari 100 hari Jumlah total 400 hari Tabel tersebut menunjukan bahwa seorang tersangka/terdakwa selama berlangsungnya pemeriksaan perkara sejak pertama kali ia ditahan sampai pada tingakt kasasi dapat dihatan paling lama 400 hari. Apakah dengan masa penahanan tersebut telah berhenti sampai di situ, rupanya masa penahanan tersebut pada masing-masing pejabat masih dimungkinkan untuk diperpanjang lagi sebagaimana diatur dalam pasal 29 KUHAP. Pasal ini mengatakan bahwa jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut dalam pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27, dan pasal 28 guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena : Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau Perkara yang sedang diperiksa diancam pidana penjara sembilan tahun atau lebih. Perpanjangan panahanan yang dimaksudkan pada pasal 29 ayat (1) diberikan kepada masing-masing pejabat sebagai mana telah disebutkan diatas, yaitu 30 hari yang dapat diperpanjang lagi 30 hari. Jadi, jumlahnya 60 hari untuk masing-masing pejabat dalam setiap tingkatan pemeriksaan. Adapun pejabat yang berwenang memberikan perpanjangan penahanan menurut pasal 29 adalah berbeda dengan pejabat yang telah disebutkan terdahulu. Pasal 29 ayat (3) menentukan sebagai berikut : Pada tingkat penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri, Pada tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan negeri Pada tingkat pemeriksaan banding diberikan oleh keuta mahkamah agung Pada tingkat kasasi diberikan oleh keuta mahkamah agung. Dengan demikian jika digambarkan dalam bentuk tabel dapat terlihat sebagai berikut : No Pejabat penahanan Pejabat perpanjangan Jumlah perpanjangan pertama Jumlah perpanjangan kedua Jumlah total 1 2 3 4 5 Penyidik Penuntut umum Hakim PN Hakim PT Hakim MA Penuntut Umum Ketua PN Ketua PN Ketua PT Ketua MA 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 60 hari 60 hari 60 hari 60 hari 60 hari Jumlah total 300 hari Jika memperhatikan tabel di atas menunjukkan bahwa tersangka / terdakwa amsih dapat dikenakan masa tahanan selama 300 hari. Dengan demikian jika digabungkan dengan jumlah angka masa penahanan pada tabel pertama (400 hari), berarti secara keseluruhan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di indonesia sebagaimana diatur dalam KUHAP, seorang dapat dikenakan penahanan selama 700 hari. Adalah suatu jumlah yang fantastis dan tidak manusiawi sebab seseorang sudah menjalani hampir 2 tahun masa tahanan sementara belum mendapat putusan tentang kesalahanya. Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang berakibat pelanggaran hak-hak asasi maka perpanjangan penahanan sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 diatas (tabel 2) KUHAP memberikan batas-batas : Tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi, pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada ketua mahkamah agung (pasal 29 ayat (7) KUHAP). Tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan katentuan yang dimaksud dalam pasal 95 dan pasal 96, apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27, dan pasal 28 atau perpanjangan penahanan sebagaimana terseubt pada pasal 29 ternyata dilakukan dengan tidak sah (pasal 30 KUHAP). Penangguhan penahanan Penahanan yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa dapat dimintakan penangguhanya kepada penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai degnan kewenagnan masing-masing. Penangguhan ini sifatnya permohonan, sehingga untuk memperolehnya harus mengajukan permohonan kepada pejabat yang bersangkutan. Misalnya tersangka ditahan ditingkat penyidikan maka untuk memperoleh penangguhan penahanan harus mengajukan permohonan kepada penyidik. Karena sifatnya permohonan kepada penyidik itu tergantung kepada kebijaksanaan penyidik atau pejabat lainya yang berwenang. Menurut undang-undang penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (pasal 31 KUHAP), meskipun undang-undang memberi kemungkinan penangguhan tanpa jaminan tapi dalam kenyataan praktek jarang dijumpai adanya penangguhan tanpa jaminan selalu memperlihatkan penangguhan itu dengan jaminan. Pengaturan lebih lanjut mengenai lembaga “Penangguhan penahanan” lebih rinci diatur didalam peraturan pemerintah RI Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab undang-undang hukum acara pidana. Peraturan pemerintah ini menentukan sebagai berikut : Pasal 35 (1) Uang jaminan penangguhan yang ditetapka oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri; (2) Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu tiga bulan tidak ditemukan, uang jaminantersebut menjadi milik negara dan disetor ke kas negara. Pasal 36 (1) Dalam hal jaminan itu adala orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat tiga bulan tidak ditemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan. (2) Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke kas negara melalui panitera pengadilan negeri. (3) Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksudkan pada ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke kas negara melalui panitera pengadilan negeri. Khususnya mengenai penangguhan penahanan dengan jaminan itu, menteri kehakiman di dalam keputusanya tanggal 10 desember 1983 Nomor M. 14-PW.07.03 tahun 1983 telah menetapkan petunjuk pelaksanaanya sebagai berikut : Dalam ada hal permintaan untuk penangguhan penahanan yang dikabulkan, maka diadakan perjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dengan tersangka atau penasihat hukumnya beserta syarat-syaratnya. Apabila jaminan itu berupa uang, maka uang jaminan harus secara jelas disebutkan dalam perjanjian dan besarnya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (pasal 35 ayat (1) peraturan peemrintah No 27 tahun 1983) Dalam hal jaminan itu adalah orang, maka identitas orang yang menjamin tersebut secara jelas dicantumkan dalam perjanjian dan juga ditetapkan besarnya yang yang harus ditanggung oleh penjamin tersebut (pasal 36 ayat (1) peraturan pemerintah No. 27 tahun 1983). Uang jaminan dimaksud dalam butir b, disetorkan sendiri oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarganya ke panitera pengadilan neeri, dengan formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan. Bukti setoran dibuat dalam rangkap 3, sehelai sebagai arsip panitera, sehelai dibawa oleh orang yang menyetorkan untuk digunakan sebagai bukti telah melaksanakan isi perjanjian dan yang sehelai lagi dikirimkan oleh panitera ke pada pejabat yang berwenang melalui kurir, tetapi tidak dititipkan kepada yang menyetorkan untuk digunakan sebagai alat kontrol Berdasarkan tanda bukti penyetoran uang yang diperlihatkan oleh keluarga atau kuasanya, atau berdasarkan tanda bukti penyetoran uang jaminan yang diterima dari panitera pengadilan, atau surat jaminan dari penjamin dalam hal jaminanya adalah orang, maka pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan mengeluarkan surat perintah atau penetapan penangguhan penahanan; Apabila berkas perkara telah diserahkan kepada penuntut umum dan penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara sudah lengkap, sedangkan tersangka masih dalam status penangguhan penahanan dengan jaminan, maka sebelum penyidik mengeluarkan perintah penghentian penangguhan penahanan, agar dikonsultasikan dengan pihak penuntut umum guna mempertimbangkan kelanjutan di tingkat penuntutan. Demikian pula halnya apabila berkas perkara oleh penuntut umum telah dilimpahkan ke pengadilan, sedangkan terdakwa masih dalam status penangguhan penahanan dengan jaminan, maka penuntut umum dalam surat pelimpahanya minta kepada ketua pengadilan negeri agar penangguhan penahanan dengan jaminan tetap dilanjutkan. Dalam hal tersangka/terdakwa melarikan diri dan tidak dapat diketemukan lagi, maka diperlukan penetapan pengadilan tentang pengambil alihan uang jaminan tersebut menjadi milik negara. Dalam hal tersangka/terdakwa yang lari dimaksud dalam butir i, jaminanya adalah orang, dan ternyata penjamin tidak dapat membayar uang yang menjadi tanggunganya, maka untuk memenuhi uang jaminan itu perlu penetapan pengadilan untuk melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik penjamin menurut hukum acara pidana. Jenis-jenis penahanan Kitab undang-undang hukum pidana (KUHAP membagi jenis penahanan menjadi 3 yaitu: Penahanan rumah tahanan negara; Penahanan rumah; Penahanan kota (pasal 22 ayat (1) Yang dimaksud dengan penahanan rumah yaitu penahanan yang dilakukan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan diadakan pengawasan terhadapnya menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan (pasal 22 ayat 2). Penahanan kota yaitu penahanan yang dilakukan di kota tempat tinggal atau kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa untuk melapor diri pada waktu yang ditentukan (pasal 22 ayat 3). Mengenai lembaga rumah tahanan negara (rutan) diatur di dalam peraturan pemerintah RI nomor 27 tahun 1983, ditentukan hal-hal sebagai beriktu : Pasal 18 : (1) Ditiap ibu kota kabupaten atau kotamadya dibentuk RUTAN oleh menteri; (2) Apabila dipandang perlu menteri dapat membentuk atau menunjuk rutan di luar tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang merupakan cabang dari rutan. (3) Kepala cabang rutan diangkat dan diberhentikan oleh menteri. Pasal 19 (1) Di dalam rutan ditempatkan tahanan yang amsih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan mahkamah agung (2) Tempat tahanan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan tingkat pemeriksaan (3) Untuk keperluan administrasi tahanan sebagaimna dimaksud dalam ayat (1) dibuat daftar tahanan sesuai dengan tingkat pemeriksaan sebagai mana sesuai dengan tingkat pemeriksaan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan penggolongan sebagaimana di dalam ayat (2). (4) Kepala rutan tidak boleh menerima tahanan dalam rutan, jika tidak disertai surat penahanan yang sah dikeluarkan pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan. (5) Kepala rutan tiap bulan membuat daftar mengenai tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan disampaikan kepada menteri dalam hal ini direktur jenderal pemasyarakatan dengan tembusan kepada pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan kepada kepala kantor wilayah departemen kehakiman yang bersangkutan. (6) Kepala rutan memberitahukan kepada pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atau tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan mngenai tahanan yang hampir habis masa penahanan atau perpanjangan penahananya. (7) Kepala rutan demi hukum mengeluarkan tahanan yang telah habis masa penahanan atau perpanjangan penahananya. (8) Dalam hal tertentu tahanan dapat diberi izin meninggalkan rutan untuk sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu. (9) Pada rutan ditugaskan dokter yang ditunjuk oleh menteri guna memelihara dan merawat kesehatan tanahanan. (10) Tahanan dimaksud dalam ayat (8) selama berada di luar rutan dikawal dan dijaga petugas kepolisian. Pasal 29 : (1) Izin kunjungan bagi penasehat hukum, keluarga dan lain-lainya diberikan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu sesuai dengan tingkat pemeriksaan. (2) Peraturan mengenai hari, waktu kunjungan, dan persyaratan lainya, ditetapkan oleh kepala rutan. (3) Dalam hal pejabat dimaksud dalam ayat (1) hakim pengadilan tinggi dan hakim agung, wewenang pemberian izin kunjungan dilimpahkan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya terdapat rutan tempat tersangka atau terdakwa ditahan. Pasal 21 : (1) Rutan dikelola oleh departemen kehakiman. (2) Tanggung jawab yuridis atas tahanan ada pada pejabat yang menahan dengan tingkat pemeriksaan. (3) Tanggung jawab secara fisik atas tahanan ada pada kepala rutan (4) Tanggung jawab atas perawatan kesehatan tahanan ada pada dokter yang ditunjuk oleh menteri. Pasal 22 : (1) Rutan dipimpin oleh kepala rutan yang diangkat dan diberhentikan oleh menteri. (2) Dalam melakukan tugasnya kepala rutan dibantu oleh wakil kepala. Pasal 23 : (1) Kepala rutan mengatur tata tertib rutan berdasarkan pedoman yang ditentukan oleh menteri. (2) Kepala rutan tiap tahun membuat laporan kepada menteri mengenai tahanan yang di bawah pengawasannya. (3) Tembusan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada kepala kepolisian republik indonesia, jaksa agung dan ketua mahkamah agung. Pasal 24 : Struktur organisasi, tugas dan wewenang rutan diatur lebih lanjut oleh menteri kehakiman. Pasal 25 : (1) Pejabat dan pegawai rutan dalam melakukan tugasnya emmakai pakaian dinas seragam. (2) Bentuk dan warna pakaian dinas seragam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta perlengkapanya diatur lebih lanjut oleh menteri. (3) Pejabat atau pegawai tertentu rutan dalam melakukan tugasnya dapat dipersenjatai dengan senjata api laras panjang atau senjata api genggam atas izin menteri atau pejabat yang ditunjuknya. Ketiga jenis penahanan yang telah disebutkan di atas dapat digunakan untuk mengurangi lamanya pidana penjara yang diberikan oleh hakim. Namun berapa besar yang dapat digunakan, berbeda antara jenis penahanan yang satu dengan jenis lainya. Jika penahanan ini berupa penahanan rumah tahanan negara, maka masa tahanan itu dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. (Pasal 22 ayat (4). Akan tetapi untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan, sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan. Agar dapat memahami lebih jelas berikut ini diberikan contoh sebagai berikut : 1. Pidana yang dijatuhkan misalnya = 12 bulan Tahanan rutan = 10 bulan Perhitungan : 12 – 10 bulan = 2 bulan 2. Pidana yang dijatuhkan misalnya = 12 bulan Tahanan rumah = 9 bulan Perhitungan : 12 – 1/3 x 9 bulan = 9 bulan 3. Pidana yang dijatuhkan misalnya = 12 bulan Tahanan kota = 10 bulan Perhitungan : 12 – 1/5 x 10 bulan = 10 bulan Dengan gambaran contoh seperti ini, dapat diketahui bahwa jenis tahanan yang satu dengan yang lainya berbeda dalam pengurangan pidana yang dijatuhkan. Perbedaan ini disebabkan karena bobot masing-masing jenis tahanan itu berlainan. Contoh diatas menunjuk bahwa, untuk penahanan rutan mana penahanan (10 bulan) seluruhnya digunakan mengurangi pidana, sehingga sisa pidana yang akan dijalani terpidana, sehingga sisa pidana yang akan dijalani terpidana tinggal 2 bulan, untuk penahanan rumah hanya menggunakan 1/3 dari masa tahananan (9 bulan) sehingga sisa pidana yang dijalani tinggal 9 bulan). Sementara tahanan kota bobot penguranganya lebih sedikit yakni hanya 1/5, sehingga sisa pidana yang masih akan dijalani lebih banyak yakni 10 bulan. E. Tentang Penggeledahan Pada prinsipnya tak seorang pun yang boleh dipaksa menjalani gangguan secara sewenang-wenang dan tidak sah terhadap kekuasaan peibadinya, keluarganya, rumahnya atau surat menyuratnya. Sekalipun demikian undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penggeledahan demi kepentingan penyidikan. Penggeledahan, di satu pihak berarti pemakaian pemaksaan yang perlu untuk melaksanakan penyidikan polisi, dilain pihak merupakan campur tangan tingkat berat terhdapt keleluasaan serta hak milik pribadi seseorang yang dilindungi oleh hukum. Adanya dua kepentingan ini mengharuskan penggeledahan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati agar satu segi tidak menimbulkan kerugian pad milik orang lain, sementara kepentingan pun tetap dapat dilaksanakan. KUHAP membagi penggeledahan menjadi dua macam yakni : penggeledahan rumah dan penggeledahan pakaian atau badan kedua penggeledahan ini harus dilakukan oleh penyidik atau penyelidik atas perintah penyidik. Dan dalam melaksanakan penggeledahan harus memperhatikan prinsip-prinsipa atau syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat-syarat prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan penggeledahan rumah ialah bahwa : 1. Penyidik harus mempunyai surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat (pasal 33 ayat (1). 2. Setiap memasuki suatu rumah, seorang penyidik harus menunjukkan tanda pengenalnya (pasal 125). 3. Jika penggeledahan itu dilakukan atas perintah tertulis penyidik maka penyelidik yang menjalankan perintah itu penyelidik harus menunjukkan surat tugas. 4. Penyidik harus ditemani oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni itu menyetujinya, jika yang terakhir ini menolak atau tidak hadir, penyidik harus di saksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan serta dua orang saksi (pasal 33 ayat (3) dan (4). 5. Pelaksanaan dan hasil dari penggeledahan rumah itu, penyidik harus membuat suatu berita acara dalam dua hari dan turunanya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan. (pasal 33 ayat (5). Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bila mana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan/meminta surat izin terlebih dahulu, maka berdasrkan pasal 34 ayat (1) ia dapat melakukan penggeledahan : Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yanga ada diatasnya; Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada; Di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya; Di tempat penginapan dan tempat umum lainya. Jika penyidik dapat memasuki rumah seperti tersebut diatas, namun sebaliknya terdapat tempat-tempat kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasukinya yakni : Ruang dimana sedang berlangsung sidang majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat daerah; Tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan; Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan. Pada waktu melakukan penangkapan, seorang interogator hanya diberi kuasa untuk menggeledah pakaian seorang tersangka termasuk barang-barang yang dibawahnya, yaitu apabila ia terdapat alasan yang cukup untuk menduga bahwa barang barang itu dapat disita. Penyidik itu diberi kekuasaan untuk menggeledah badan tersangka pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka itu dibawa kepada penyidik oleh seorang interogator setelah penangkapan itu dilakukan. Mengenai “penggeledahan badan” ini, oleh pembentuk undang-undang telah dijelaskan bahwa penggeledahan badan itu meliputi pula pemeriksaan rogga badan. Penggeledahan badan orang terhadap wanita dilakukan oleh pejabat wanita. Dalam hal penyidik terdapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga badan, penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan. F. Tentang Penyitaan Penyitaan berbeda dengan penggeledahan sekalipun sama-sama sebagai upaya paksa. Jika pengeledahan tujuanya untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan, sedangkan penyitaan tujuanya adalah untuk kepentingan “pembuktian”, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang pengadilan. Penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada tarap penyidikan. Sesudah lewat tahap penyidikan tak dapat lagi dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik. Itu sebabnya pasal 38 dengan tegar menyatakan : penyitaan hanya dapat dilakukan oleh “penyidik”. Dengan penegasan pasal tersebut, celah dicantumkana dengan pasti, bahwa penyidik yang berwenang melakukan tindakan penyitaan. Bentuk-bentuk penyitaan dapat dibagi menjadi : penyitaan biasa atau umum, penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak dan penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan. Penyitaan biasa dan cara-caranya. Penyitaan biasa adalah penyitaan yang menggunakan atau melalui prosedur biasa yang merupakan aturan umum penyitaan. Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk yang biasa atau yang umum dapat dilakukan sebagai berikut : a. Harus ada “surat izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri”. b. Memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal; c. Memperlihatkan benda yang akan disita; d. Penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang saksi; e. Membuat berita acara penyitaan; f. Membungkus benda sitaan. Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak Sebagai pengecualian dari penyitaan biasa, pasaal 38 ayat (2) memberikan pengecualian untuk emmungkinkan melakukan penyitaan tanpa melalui cara yang ditentukan pada pasal 38 ayat (1). Hal ini diperlukan untuk memberikan kelonggaran bagi penyidik untuk bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan. Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak adalah penyitaan yang dilakukan tanpa mengikuti ketentuan sebagaimana pada pasal 38 ayat (1), yaitu penyitaan tanpa menggunakan surat izin dari ketua pengadilan negeri, dilakukan hanya kepada benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuanya (pasal 38 ayat (2). Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan. Jenis penyitaan ini juga merupakan pengecualian dari penyitaan biasa, yaitu suatu penyitaan yang dilakukan tanpa menggunakan surat izin dari ketua pengadilan yang dilkukan ketika seorang dalam keadaan tertangkap tangan terhadap benda dan alat sebagai mana ditentukan dalam pasal 40 dan 41 KUHAP. Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan ini berdasarkan pasal 40 dapat dikenakan terhadap benda dan alat : - Yang ternyata dipergunakan untuk melakukan tindak pidana; - Atau benda atau alat yang “patut diduga” telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana; - Atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti. Sementara menurut pasal 41, penyitaan ini dapat dikenakan kepada benda berupa paket atau surat atau benda yang pengangkutanya atau pengirimanya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau berasal daripadanya. Benda yang dapat disita dan penyimpananya Benda yang dapat dikenakan penyitaan telah ditentukan dalam pasal 39 KUHAP. Pasal ini terdiri dari dua ayat : Ayat 1 yang dapat dikenakan penyitaan adalah : Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkanya; Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Ayat 2. Benda yang berada dalam sitaan ini perlu memperhatikan ketentuan pasal 45 KUHAP sebagai berikut : (1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut : a. Apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya; b. Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya. (2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti; (3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda sebagai mana diamksud dalam ayat (1) (4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak teramsuk ketentuan sebagaimana dimaksud dala ayat (), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara dan dimusnahkan. Adapun tempat penyimpanan benda sitaan adalah dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara atau disingkat dengan sebutan RUPBASAN. Penentuan tempat penyimpanan benda sitaan ini berdasarkan kepada pasal 44 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan : benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara. Menurut penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam pasal 44 ayat (1), selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan dikantor kepolisian negara republik indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintahan, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu di sita. Benda sitaan yang disimpan di RUPBASAN, siapapun tidak diperkenankan mempergunakanya. Larangan mempergunakan benda sitaan telah ditegaskan secara imperatif dalam pasal 44 ayat (2). Bunyi lengkapnya : penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasanya ada pada pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut menurut pasal 46 menentukan bahwa: (1) Benda yang telah dikenakan penyitaan diembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila : a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk emlakukan suaatu tindak pidana. (2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. BAB III PERIHAL TAHAPAN PENUNTUTAN Ketika pemeriksaan pendahuluan selesai, tiba giliranya memasuki tahapan penuntutan. Tahapan ini adalah merupakan rangkaian dalam menyelesaikan perkara pidana sebelum hakim kemudian memeriksanya di sidang pengadilan. Penuntutan itu sendiri adalah kegiatan melimpahkan perkara pidana ke pengadilan. Di dalam melimpahkan perkara itu tidak sekedar membawah perara ke pengadilan tapi ada beberapa hal yang dilakukan sebelum perkara itu disampaikan ke pengadilan. Hal inilah yang akan dibicarakan dalam tahapan penuntutan ini. Menurut Martiman Prodjohamidjojo, ......... sebelum jaksa melimpahkan perkara pidana ke pengadilan dan kemudian melakukan penuntutan, ia wajib mengambil langkah, seperti : Menerima dan memeriksa berkas perkara; Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan segera mengembalikan berkas kepada penyidik dengan memberikan petunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan; Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; Membuat surat dakwaan; Melimpahkan perkara ke pengadilan; Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan persidangan dengan disertai panggilan, kepada terdakwa maupun saksi-saksi; Melakukan penuntutan; Menutup perkara demi kepentingan hukum; Melakukan tindakan lain dalam ruang lingkup dan tanggung jawab sebagai penuntut umum; Melaksanakan penetapan hukum; Lebih lanjut Martman Prodjohamidjojo mengatakan, penuntutan dalam arti luas merupakan segala-segala tindakan penuntut umum sejak ia menerima berkas perkara dari penyidik untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri, seperti diuraikan butir ke-1 sampai ke-10 diatas, dengan permintaan agar perkaranya diperiksa dan diadili. Kesepuluh langkah-langkah jaksa penuntut umum tersebut di atas adalah merupakan wewenang yang diberikan leh undang-undang seperti terdapat dalam pasal 1 KUHAP. A. Prapenuntutan Istilah prapenuntutan muncul di dalam pasal 14 KUHAP (tentang wewenang penuntut umum), khususnya butir b : “mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik”. Berbeda dengan istilah-istilah yang disebutkan dalam pasal 1 KUHAP, kesemua istilah itu mendapat definisi yang lengkap, namun prapenuntutan tidak kita jumpai definisinya. Jika memperhatikan rumusan pasal 14 ayat b diatas, merupakan yang dimaksud dengan istilah prapenunuttan itu ialah tindakan penuntut umum untuk memberi pentunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik. Menurut Andi hamzah pengertian ini terasa janggal, karena memberi petujuk kepada penyidik untuk menyempurnakan penyidikan disebut prapenuntutan. Hal seperti ini dalam aturan lama (HIR), termasuk penyidikan lanjutan. Lebih lanjut dikatakan, pembentuk undang-undang (DPR) hendak menghindari kesan seakan-akan jaksa atau penuntut umum itu mempunyai wewenang penyidikan lanjutan sehingga hal itu disebut prapenuntutan. Nampaknya ada perlu perumusan baku dan tepat mengenai prapenuntutan itu sehingga tidak ada kesan bahwa prapenunutan itu tidak lain adalah penyidikan lanjutan. Oleh karena itu, penulis menyarankan pengertian prapenunututan itu dapat dirumuskan sebagai berikut : tindakan jaksa penuntut umum untuk memeriksa kembali keselurhan berkas perkara yang disampaikan oleh penyidik termasuk tindakan mempersiapkan surat dakwaan sebagai persiapan dan kelengkapan jaksa penutut umum sebelum melakukan penuntutan perkara ke sidang pengadilan. Dengan pengertian seperi ini, maka ketentuan yang terdapat di dalam pasal 138 KUHAP adalah dapat dijadikan sebagai contoh dari prapenunutan itu. Pasal tersebut langkapnya berbunyi : (1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasi penyidikan itu sudah lengkap atau belum. (2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang yang harus dilakukan unutk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penunut umum. Tindakan “”mempelajari” dan “meneliti” dalam pasal tersebut adalah bentuk-bentuk tindakan yang dapat digolongkan sebagai bagian dari prapenunututan. Kata “meneliti” sebagai mana dijelaskan dalam penjelasan pasal, dimaksudkan sebagai tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang dan atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian pentunjuk kepada penyidik. B. Penuntutan Pengertian penuntutan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 7 KUHAP merupakan pengertian yuridis. Pengrtian tersebut hampir mirip dengan pengertian yang dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, perbedaanya ialah dalam definisi Wirjono Prodjodikoro disebutkan dengan tegas terdakwa “ sedangkan KUHAP tidak. Menurut Wirjono : menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa, Apakah tujuan melakukan penuntutan itu?? Tujuanya adalah untuk penetapan menuntut umum, tentang adanya alasan cukup untuk menuntut , tentang adanya alasan cukup untuk menuntut seorang terdakwa di muka hakim. Menurut Wirjono, menuntut adalah penting dalam hukum aacara, oleh karena dengan tindakan ini jaksa mengakhiri pimpinannya atas pemeriksan perkara dan menyerahkan pimpinan itu kepada hakim.20 Menjadi pernyataan adalah kapan suatu penuntutan itu dianggap telah ada ? KUHAP tidak menjelaskan hal itu. Dalam hal ini Moeljatno menjelaskan . . . bahwa yang dapat di pandang dalam konkritnya sebagai tindakan penuntutan adalah.21 1. Apabila jaksa telah mengirim daftar perkara kepada hakim disertai surat tuntutannya untuk mengadili perkara tersebut ; 2. Apabila terdakwa ditahan dan mengenai tempo penahanan diminta perpanjangan kepada hakim. Sebab kalau sesudah waktu tahanan 50 hari masih dimintakan perpanjangan secara moril boleh dianggap bahwa jaksa sudah menganggap cukup alasan untuk menuntut. 3. Tugas apabila salah satu jalan jaksa memberitahukan kepada hakim bahwa ada perkara yang akan diajukan kepadanya. Tanpa mengurangi penghargaan terhadap pendapat Molejatno tersebut diatas, namun untuk sekarang ini barangklai perlu diuji kembali, sebab tidak menuntup kemungkinan telah terjadi perubahan dalam praktek. Penuntut umum berwenang melakukan penututan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili (pasal 237 KUHAP). Apa yang dimaksud dengan “daerah hukumnya”? diketahui bahwa daerah hukum suatu kejaksaan negeri adalah sama dengan daerah hukum pengadilan negeri di daerah itu. Yang menjadi masalah adalah apakah setiap perkara yang terjadi dalam wilayah hukumnya harus diajukan ke pengadilan? Apabila berdasarkan kepada asas legalitas yang dianut oleh KUHAP, maka jawabanya adalah wajib. Penuntut umum itu pada dasarnya wajib melakukan penuntutan terhada siapa pun yang telah melakukan tindak pidana di dalam daerah hukumnya, kecuali : a. Apabila kepentingan hukum atau kepentingan umum memang menhedaki agar penuntut umum tidak melimpahkan perkaranya ke pengadilan untuk diadili; b. Apabila terdapat dasar-dasar yang menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap pelakunya (vervolgingsuitsluitingsgronden) dan; c. Apabila terdapat dasar-dasar yang membuat penuntut umum harus menangguhkan penuntutan terhadap pelakunya (vervolgingsuitsluitingsgronden). Untuk menentukan apakah dilakukanya penuntutan atau tidak, adalah ditentukan oleh penuntut umum. Dan penuntut umum akan menentukan penuntutan, tergantung kepada hasil penyidikan apakah sudah lengkap ataukah tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan negeri untuk diadili. Hal tersebut diatur dalam pasal 139 KUHAP. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan di dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Namun jika tidak cukup bukti atau pristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum harus memutuskan untuk menghentikan penuntutan dengan menuangkan dalam surat ketetapan (pasal 240 ayat 1 dan 2a KUHAP) . turunan surat tersebut disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasehat hukum, tersebut diberitahukan kepada

Artikel Terkait:

0 komentar: